A. MANUSIA DAN PERADABAN
Manusia
merupakan makhluk yang mempunyai akal, jasmani dan rohani. Melalui akalnya
manusia dituntut untuk berfikir menggunakan akalnya untuk menciptakan sesuatu
yang berguna dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Melalui jasmaninya manusia dituntut untuk menggunakan fisik / jasmaninya
melakukan sesuatu yang sesuai dengan fungsinya dan tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dan melalui rohaninya manusia dituntut
untuk senantiasa dapat mengolah rohaninya yaitu dengan cara beribadah sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.Manusia, masyarakat dan kebudayaan
merupakan satu kesatuaan yang tidak dapat dipisahkan dalam artinya yang utuh.
Peradaban
berasal dari kata adab yang berarti kesopanan, kehormatan, budi bahasa dan
etiket. Lawannya adalah biadab, kasar, kurang ajar dan tak tahu pergaulan.
Peradaban adalah seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan ilmu teknik
untuk kegunaan praktis.Peradaban sebagai suatu perwujudan budaya yang
didasarkan pada akal (rasio) semata-mata dengan mengabaikan nurani akan
berlainan dengan perwujudan budaya yang didasarkan pada akal, nurani, dan
kehendak sebagai kesatuan yang utuh.
Peradaban
didefinisikan sebagai keseluruhan kompleksitas produk pikiran kelompok manusia
yang mengatasi negara, ras, suku atau agama yang membedakannya dari yang
lain.Beradab setidaknya sebuah masyarakat bersifat relatif dan harus ada norma.
Kebutuhan akan adab dengan peradaban mengacu pada masyarakat yang memiliki
organisasi sosial, kebudayaan dan cara berkehidupan yang sudah maju yang
menyebabkan berbeda dari masyarakat lain.
Peradaban
merupakan tahap kebudayaan tertentu dan telah maju yang bercirikan penguasaan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan lain-lain. Masyarakat memiliki peradaban
yang berbeda-beda satu sama lain.
Manusia
beradab karena dalam jiwanya dilengkapi dengan akal, nurani, dan kehendak. Akal
berfungsi sebagai alat pikir dan sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Nurani
berfungsi sebagai alat merasa, menentukan kata hati dan sumber kesenian.
Kehendak berfungsi sebagai alat memutus, menentukan kebutuhan, dan sumber
kegunaan. Manusia dan peradaban adalah hal yang tidak bisa terpisahkan karena
manusia itu memiliki cipta, rasa dan karsa. Cipta, rasa dan karsa itu akan
menimbulkan perkembangan pengetahuan yang berasal dari suatu budaya. Nah, dari hal
itulah kebudayaan akan mengalami kemajuan sehingga dikatakan sebagai peradaban.
Contoh : zaman dahulu, manusia menanam karet dan hanya menunggu hasil
berdasarkan kemampuan alam untuk memproduksi. Tetapi sekarang tidak lagi karena
ada perkembangan seperti pupuk, dan itu akan menumbuhkan karet dengan cepat.
Manusia
seutuhnya adalah sebuah matriks yang mempunyai akal, jasmani dan rohani.
Melalui akalnya manusia dapat menciptakan dan mengembangkan teknologi, lewat
jasmaninya manusia dapat menerapkan dan merasakan kemudahan yang diperolehnya
dari teknologi tersebut sedangkan melalui rohani terciptalah peradaban. Lebih
dari itu melalui ketiganya (akal, jasmani, rohani) manusia dapat membuat
perubahan di berbagai bidang sesuai dengan perjalanan waktu yang dilaluinya
sebagai upaya penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan
sekitarnya. Aspek inilah yang menjadi pembeda antara manusia dengan mahluk
lainnya dalam hal kemampuannya beradaptasi dengan alam.
Manusia
dalam kehidupannya mempunyai tiga fungsi, yaitu :
1. Sebagai makhluk tuhan
2. Sebagai makhluk individu
3. Sebagai makhluk sosial budaya
Sebagai
makhluk pribadi, manusia terus melakukan interaksi dengan sesamanya sebagai
jalan mencari pemahaman tentang dirinya, lingkungan dan sarana untuk pemenuhan
kebutuhan yang tidak dapat diperolehnya sendiri. Interaksi tersebut sebagai
cikal terbentuknya suatu komunitas sosial yang selanjutnya melahirkan
aturan-aturan dan norma yang disepakati bersama untuk mengatur interaksi yang
terjadi tersebut. Sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa konsep dasar
keorganisasian dan manajemen bukan merupakan sesuatu yang baru. Beberapa
peninggalan bersejarah baik yang berupa bangunan, tulisan atau yang sejenisnya
dari beberapa dinasti di seluruh dunia yang dibuat beberapa ribu tahun silam
merupakan saksi bisu yang menguatkan pernyataan di atas. Keberadaan dinasti
tersebut seolah mengatakan bahwa masyarakat pada saat itu sudah mengenal
organisasi yang mengatur segala macam interaksi yang terjadi antar individu dalam
masyarakat, sedangkan peninggalan sejarah (misalnya tujuh keajaiban dunia) bisa
dikatakan sebagai sebuah maha karya yang tak akan terwujud bila proses
pembuatannya tidak menggunakan konsep manajemen yang benar-benar brilian.
Istilah
peradaban dalam bahasa Inggris disebut Civilization. Istilah peradaban sering
dipakai untuk menunjukkan pendapat dan penilaian kita terhadap perkembangan
kebudayaan. Definisi peradaban menurut Koentjaraningrat menyatakan bahwa
peradaban merupakan bagian dan unsur kebudayaan yang halus, maju, dan indah
seperti misalnya kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun pergaulan,
kepandaian menulis, organisasi kenegaraan, kebudayaan yang mempunyai system
teknologi dan masyarakat kota yang maju dan kompleks.
Pada
waktu perkembangan kebudayaan mencapai puncaknya berwujud unsur-unsur budaya
yang bersifat halus, indah, tinggi, sopan, luhur dan sebagainya, maka
masyarakat pemilik kebudayaan tersebut dikatakan telah memiliki peradaban yang
tinggi.
Tinggi
rendahnya peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor:
·
Pendidikan,
·
Kemajuan teknologi dan
·
Ilmu pengetahuan.
Ternyata, mengutip
pemikiran Ali Shari’ati, ada tiga kategori manusia, yakni basyar, insan dan
al-nas. Kategori basyar dan insan terkait dengan kualitas manusia. Karakteristik yang membedakan dua kategori
manusia ini adalah kemampuan untuk melepaskan dari dari empat penjara manusia,
yakni penjara alam, sejarah, masyarakat dan diri. Sedangkan kategori al-nas,
secara sederhana, berarti manusia secara umum, rakyat atau massa. Tidak berhubungan dengan kualitas kemanusiaan.
Penjelasan di bawah ini banyak mengutip pemikiran Ali Shari’ati.
1) Insan
: Manusia Menjadi (Becoming)
Insan berarti manusia
dalam arti yang sebenarnya. Insan tidak menunjuk pada manusia biologis. Insan
lebih terkait dengan kualitas luhur kemanusiaan. Ali Shari’ati menyatakan
bahwa,”tidak semua manusia adalah insan, namun mereka mempunyai potensialitas
untuk mencapai tingkatan kemanusiaan yang lebih tinggi”. (Shari’ati, 1982: 62)
Bila basyar bermakna
makhluk yang sekedar ada (being), maka insan berbeda. Insan adalah makhluk yang menjadi (becoming).
Ia terus-menerus maju menuju ke kesempurnaan. Karakter “menjadi” ini membedakan
manusia dengan fenomena lain di alam.
Shari’ati memberi contoh:
Sebagai contoh, semut
dan serangga lainnya tidak pernah dapat melampaui keadaannya; ia menggali
lubang dengan cara yang sama sebagaimana ia melakukanya 15 juta tahun yang
lampau di Afrika. Tidak usah memandang di mana, kapan dan bagaimana, semut
selalu dalam keadaan yang sama, pasti dan tidak dapat berubah-rubah.
(Shari’ati, 1982: 64).Dalam QS. Al-Baqarah ayat 156 menjelaskan tentang azas
yang menunjuk pada evolusi tanpa henti manusia ke arah Yang Tanpa Batas.
(yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa
ilaihi raaji`uun”
Bagi Shari’ati, kata
ilaihi berarti kepada-Nya, bukan di dalam-Nya. Menurut Shari’ati, inilah
gagasan pokok tentang “menjadi”, yakni bergeraknya manusia secara permanen ke
arah Tuhan, ke arah kesempurnaan ideal. Tuhan bukanlah titik beku dimana
sesuatu mengarah. Tuhan adalah Yang
Tanpa Batas, Yang Maha Abadi, dan Yang Maha Mutlak. Oleh karena itu,
bergeraknya manusia ke arah-Nya berarti gerakan manusia terus-menerus tanpa
henti ke arah tahap-tahap evolusi dan kesempurnaan. Inilah yang dimaksud
Shari’ati sebagai manusia dalam keadaannya yang menjadi. (Shari’ati, 1982:
68-69).
2) Basyar
: Manusia Sekedar Ada (Being)
Basyar adalah makhluk
yang sekedar ada (being). Artinya, manusia dalam kategori basyar adalah makhluk
statis, tidak mengalami perubahan, berkaki dua yang berjalan tegak di muka
bumi. Oleh karenanya, manusia memiliki definisi yang sama sepanjang zaman,
terlepas dari ruang dan waktunya.(Shari’ati, Man and Islam: 64). Singkatnya,
basyar adalah manusia dalam arti fisis-biologis.
Manusia dilihat sudut
fisik tidaklah jauh berbeda dengan hewan. Manusia bisa makan, minum, tidur,
sakit dan mati. Begitu pula hewan. Bahkan, bila manusia dan hewan dibandingkan
dari segi perbuatan nistanya, maka manusia lebih inferior dari hewan (dalam
arti bisa lebih jahat dan kejam)
Perbuatan-perbuatan
rendah manusia tak pernah berubah, hanya instrumennya saja yang berubah. Shari’ati menjelaskan bahwa penguasa masa
lalu, seperti Gengis Khan, dengan penguasa modern tidaklah berbeda dari segi
kebuasannya. Perbedaannya hanya terletak
pada instrumen dan argumentasinya saja.
Penguasa masa lalu memiliki senjata-senjata sederhana, dan mereka pun
tak segan memproklamirkan bahwa mereka sengaja membunuh. Sementara itu, penguasa modern mempunyai
senjata-senjata super-canggih untuk membunuh, dan mereka melakukan pembunuhan
atas nama kedamaian. Shari’ati menilai bahwa dewasa ini kejahatan, kepalsuan,
kelancungan, pembunuhan, sadisme, dan kekejaman lebih banyak, lebih dahsyat
dari pada masa lalu. Tendensi negatif
manusia itu merupakan representasi dari manusia dalam arti basyar. (Shari’ati,
1982: 67-68) Manusia tipe basyar belum
mampu melepaskan diri dari penjara-penjara manusia (the prisons of man),
terutama penjara natural-instingtualnya.
3) Al-Nas
: Massa
Kategori al-nas berbeda
dengan dua konsep manusia lainya (basyar dan insan). Menurut Shari’ati, kedua
istilah terdahulu terkait dengan nilai-nilai moral yang terkandung dalam diri
manusia. Sedangkan al-nas tidak berhubungan dengan kualitas kemanusiaan.
Terminologi al-nas
digunakan Shari’ati dalam dua pengertian, yaitu: Pertama, al-nas sebagai kutub
sosial. Al-nas merupakan penjelmaan esensi kutub positif (Habil) masyarakat
(masyarakat yang tertindas). Mereka adalah yang dikuasai dan ditindas oleh
kutub Qabil (penguasa politik, para kapitalis dan agamawan bejat). Allah, bagi Shari’ati, berpihak pada
al-nas. Hingga tak aneh, dalam
penggunaannya, kata al-nas bisa ditukar dengan kata Allah dan sebaliknya.
Menurut Shari’ati, posisi unik al-nas ini disebabkan karena al-Qur’an
dialamatkan secara khusus untuk al-nas.
Al-nas adalah “wakil-wakil” Allah dan “keluarga”-Nya. (Shari’ati, 1979:
116-117) Dan, posisi penting al-nas ini menempatkannya sebagai “faktor penentu”
revolusi sosial. Al-nas yang sadar akan
dirinya serta tanggung jawab sosialnya akan mendorong masyarakat menuju
revolusi sosial. Kedua, al-nas sebagai
massa (mass) atau rakyat (people).
Shari’ati berpendapat bahwa sinonim yang paling mirip untuk mewakili
kata al-nas adalah kata massa.
Menurutnya, dalam terminologi sosiologi, massa terdiri dari segenap
rakyat yang merupakan kesatuan tanpa menghiraukan perbedaan kelas ataupun sifat
yang terdapat dalam kalangan mereka.
Jadi, bagi Shari’ati, al-nas adalah massa. Massa adalah rakyat itu
sendiri, tanpa menunjuk kepada kelas atau bentuk sosial tertentu. (Shari’ati,
1979: 49)
B. Masyarakat
Masyarakat
yang beradab dapat diartikan sebagai masyarakat yangmempunyai sopan santun dan
kebaikan budi pekerti. Ketenangan, kenyamanan, ketentraman, dan kedamaian
sebagai makna hakiki manusia beradab dan dalam pengertian lain adalah suatu
kombinasi yang ideal antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Perkembangan
dunia IPTEK yang demikian mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar
biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia. Jenis-jenis pekerjaan yang
sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa
digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis, Demikian juga ditemukannya
formulasi-formulasi baru kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser
posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktifitas manusia.
1. Masyarakat
Sipil
Istilah masyarakat
sipil sering kali dipersepsikan kurang tepat. Pengertian masyarakat sipil
terkadang dipertentangkan dengan komunitas militer. Di zaman Orde Baru
pandangan seperti itulah yang mendominasi. Masyarakat sipil selalu dikotomikan
dengan kelompok militer. Pendikotomian itu telah mereduksi makna sesungguhnya
dari istilah Civil Society yang menjadi padanan kata masyarakat sipil.
Masyarakat Sipil (Civil
Society), banyak diterjemahkan dengan berbagai macam makna. Pada hakekatnya,
versi terjemahan apapun yang dipakai, ternyata rujukan berpijaknya bertemu pada
pemahaman konseptual yang sama. Pada dasarnya istilah manapun yang dipakai
tidak menjadi soal sepanjang kita memiliki perspektif, sudut pandang dan
pemahaman konseptual yang sama menurut makna istilah yang digunakan.
Civil Society sebagai
wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, anatara
lain; kesukarelaan (voluntary), kesewasembadaan (self generating), dan
keswadayaan (self supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan
keterikatan dengan normanorma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh
warganya.
Penulis lebih sepakat
menggunakan istilah masyarakat sipil sebagai padanan Civil Society. Sederhana
saja, kata Civil Society bila diterjemahkan langsung ke dalam bahasa Indonesia
artinya adalah masyarakat sipil. Masyarakat sipil lebih ditekankan pada konsep
sesungguhnya dari CivilSociety yang pada dasarnya terkait dengan ide demokrasi.
Dalam alam demokrasi,
keberadaan Civil Society dianggap sebagai syarat pembangunan demokrasi. Menurut
Franz Magnis Suseno, Civil Society bila didefinisikan secara luas, ia disamakan
dengan masyarakat yang mandiri yang identik dengan demokrasi.
Sebagai sebuah ruang
politik, Civil Society adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya
perilaku, tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi
kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaring-jaring kelembagaan
politik resmi. Tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas, tempat di
mana transaksi komunikasi yang bisa dilakukan oleh warga negara.
Robert W Hefner
mengilustrasikan bahwa konsep masyarakat sipil berarti sesuatu yang membedakan
secara luas dalam tradisi teiritis yang berbeda. Dalam pemikirannya, gagasan
ini mengacu pada klub, organisasi-organisasi agama, kelompokkelompok bisnis,
serikat-serikat buruh, kelompok-kelompok HAM, dan asosiasi-asosiasi lainnya
yang berada diantara rumah tangga dan negara yang diatur secara suka rela dan
saling menguntungkan. Idenya adalah agar institusi-institusi formal bisa
bekerja, warga negara pertama, harus belajar berpartisipasi dalam
asosiasi-asosiasi sukarela local. Hal ini bisa melalui jaringan perjanjian
masyarakat sipil.
2. Masyarakat
Warga
Masyarakat awal mulanya
terbentuk dari masyarakat kecil yang artinya sekumpulan orang. Misalnya sebuah
keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga, kemudian dari kelompok keluarga akan
membentuk sebuah RT dan RW hingga akhirnya membentuk sebuah dusun. Dusun pun
akan membentuk Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, Hingga akhirnya negara.
Masyarakat tidak akan
pernah terbentuk tanpa adanya seorang pemimpin. seorang pemimpin yang akan
memimpin sebuah masyarakat bisa dipilih dengan berbagai cara. Seperti Pemilu,
Pemilihan secara tertutup hingga keturunan pemimpin.Pemilihan pemimpin suatu
daerah pasti sudah memiliki aturan masing masing yang biasa disebut adat
istiadat.
3. Masyarakat
Madani
Dalam Bahasa Inggris,
ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil, sebuah kontraposisi
dari masyarakat militer. nMerujuk pada Bahmueller (1997), ada beberapa
karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
a. Terintegrasinya individu-individu dan
kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat
melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.
b. Menyebarnya kekuasaan sehingga
kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh
kekuatan-kekuatan alternatif.
c. Dilengkapinya
program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program
pembangunan yang berbasis masyarakat.
d. Terjembataninya
kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan
organisasi-organisasi masyarakat mampu memberikan masukan-masukan terhadap
keputusan-keputusan pemerintah.
Dari beberapa ciri
tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah sebuah
masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan
kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan
kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang
seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program
pembangunan di wilayahnya.
Perubahan menyebabkan
ketidaksesuaian antara unsur-unsur social yang ada dalam masyarakat sehingga
menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak sesuai dengan fungsinya bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Penyebab atau faktor –
faktor terjadinya perubahan :
Faktor intern :
a. Bertambah dan berkurangnya penduduk
b. Adanya penemuan – penemuan baru
c. Konflik dalam masyarakat
d. Pemberontakan dalam masyarakat
Faktor extern :
a. Faktor alam yang berubah
b. Pengaruh kebudayaan lain
Menurut Nurcholis Madjid
Masyarakat madani adalah suatu tatanan kemasyarakatan yang mengedepankan
toleransi, demokrasi, dan berkeadaban serta menghargai akan adanya pluralisme
(kemajemukan). Menurut Nurcholis Madjid mengungkapkan beberapa ciri mendasar
dari masyarakat madani yang acuannya tetap kepada masyarakat yang dibangun Nabi Muhammad Saw di Madinah, yaitu:
·
Egalitarianisme (kesepadanan)
·
Penghargaan kepada orang berdasarkan
prestasi,
·
Keterbukaan dan partisipasi aktif
seluruh masyarakat,
·
Penegakan hukum dan keadilan,
·
Toleransi dan Pluralisme
·
Musyarawarah.
Menurut
Anwar Ibrahim Masyarakat madani adalah masyarakat ideal yang memiliki peradaban
maju dan sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang
menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat,
yaitu masyarakat yang cenderung memiliki usaha serta inisiatif individu baik
dari segi pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan untuk mengikuti
undang-undang bukan nafsu, demi terlaksananya sistem yang transparan.
4. Masyarakat
Kota
Masyarakat perkotaan
sering disebut urban community . Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan
pada sifat kehidupannya serta cirri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan. Ada beberap ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
a. kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
b. orang
kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada
orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu. Di
kota – kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan , sebab perbedaan
kepentingan paham politik , perbedaan agama dan sebagainya .
c. Jalan
pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan , menyebabkan
bahwa interaksi – interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada factor
kepentingan daripada factor pribadi.
d. pembagian
kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang
nyata
e. kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada
warga desa
f. interaksi
yang terjai lebih banyak terjadi berdasarkan pada factor kepentingan daripaa
factor pribadi
g. pembagian
waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan
individu
h. perubahan-perubahan
sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam
menerima pengaruh dari luar.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar