Rabu, 25 Mei 2016

Pertumbuhan penduduk

Kelas          : 3ID09
Kelompok   : 4 (empat)
Anggota     : Mentari Awalianda Putri
                  : Ihsan Luthfiana
                  : Indra Haryanto

                  : Galang Bagaskara
                  : Nanda Nugraha
                  : Sepriandi
1.      Landasan
            Sejarah telah mencatat bahwa  Malthus sebagai orang pertama yang secara sungguh-sungguh memikirkan  persoalan “ ledakan penduduk “ dunia. Malthus berpendapat bahwa kesentosaan kehidupan sosial masyarakat senantiasa terganggu oleh kenyataan adanya pertambahan penduduk lebih cepat daripada pertambahan bahan makanan. Pendapat tersebut, ternyata telah mendapatkan kritik tajam dari para ahli kependudukan lain, yang kemudian melahirkan berbagai teori kependudukan.
          Namun  pada kenyataanya,  sampai abad 21 ini,  teori Malthus yang banyak dikecam tersebut,  semakin lama semakin kuat dirasakan mengandung banyak kebenarannya. Di negara-negara berkembang seperti di Amerika Latin, Afrika dan Asia sampai sekarang masih harus bergulat meningkatkan taraf kehidupan rakyatnya,  khususnya memenuhi kebutuhan dasar seperti  makan, perumahan, kesehatan dan seterusnya. Menurut Ehrlich ( 1981 ), sampai sekarang hannya ada 10 negara  di dunia yang  menghasilkan lebih banyak makanan dari pada yang dikonsumsikan.
         Pertambahan penduduk yang terus menerus itu, memang  banyak menjadi beban bila tidak diimbangi dengan penduduk yang berkualitas.  Pertambahan penduduk juga telah menimbulkan gajala pengedukan berbagai sumber daya alam oleh manusia.  Semua itu dapat dihubungkan dengan berbagai masalah pemenuhan kebutuhan dasar penduduk seperti pangan, perumahan, kesempatan kerja, fasilitas kesehatan, gizi,  pendidikan dan sandang.  Belum lagi apabila dihubungkan dengan  HAM, seperti hak untuk makan, hak untuk menghirup udara segar, hak minum bersih, hak untuk hidup layak dan tidak berjubel dan sebagainya.
Pengaruh pertumbuhan penduduk yang cepat dan tidak terkendali juga secara langsung dapat dirasakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Keluarga dengan jumlah anak banyak, dan tidak terencana tentunya banyak menjadi beban dan muncul banyak permasalahan dibanding keluarga yang jumlah anaknya sedikit dan terencana.  Perkembangan sosial adalah kemajuan yang progresif melalui kegiatan yang terarah dari individu dalam pemahaman atas warisan sosial dan formasi pola tingkah lakunya yang luwes. Hal itu disebabkan oleh adanya kesesuaian yang layak antara dirinya dengan warisan sosial itu.

2.      Perkembangan Penduduk Indonesia
Sudah tidak asing lagi permasalahan yang berada di Indonesia ini dari tahun ketahun masalah kependudukan cukup prihatin terhitung dari 1971 Jumlah penduduk mencapai 119.208.229 Penduduk.Pada tahun 1980 jumlah penduduk mencapai 147.490.298 penduduk, pada tahun 1990 jumlah penduduk mencapai 179.378.446 penduduk.tahun 2000 jumlah penduduk mencapai 206.264.595 penduduk dan pada tahun 2010 jumlah penduduk mencapai 237.6411.326 penduduk.laju pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ketahun mencapai 1,49 % peningkatan dari tahun sebelumnya.
Dari peningkatan laju Pertumbuhan penduduk dari tahun ketahunnya jumlah angka kemiskinan juga sangat dominan,sehingga banyaknya angka kemiskinan yang mengakibatkan rakyat sengsara dan kelaparan.faktor dari itu semua ,diakibatkan karena angka buta huruf pada masa itu sehingga dampak dari itu banyaknya angka pengangguran. Selain itu dampak dan penyebab dari kepadatan penduduk adalah :
1.      Urbanisasi ( Perpindahan penduduk dari desa ke kota )
Masalah urbanisasi ini mungkin sulit untuk ditangani karena banyaknya angka kemiskinan yang mengakibatkan perpindahan dari desa ke kota untuk menjadi lebih baik.
2.      Tingkat Kelahiran Tinggi
Pada masa kepemimpinan soeharto (orde baru) ada sebuah program baru yang di beri nama BKKBN,yang dimana program ini dibuat dengan tujuan mengurangi jumlah populasi yang hidup di indonesia,selain itu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dalam kekeluargaanya dan agar pria/wanita yang ingin menikah sudah mempunyai planning dalam perencanaan keluarganya nanti. dalam program KB ini menganjurkan setiap keluarga hanya dibolehkan memiliki 2 anak saja karena 2 anak terasa lebih baik.

3.      Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Sudah sangat jelas jika semakin bertambah banyak penduduk, tentu kebutuhan akan rumah semakin banyak dan otomatis lahan yang dibutuhkan semakin banyak. Sementara lahan yang tersedia luasnya tetap. Yang akan terjadi adalah padatnya pemukiman dan sedikit sekali lahan-lahan kosong yang tersisa karena semakin sedikitnya lahan yang kosong, akan membuat harga tanah semakin melonjak, dan tentu saja masyarakat ekonomi menengah ke bawah tidak mampu membeli tanah untuk membangun rumah, sehingga mereka mencari “lahan” lain untuk tinggal, seperti kolong jembatan, taman kota, stasiun, emperan toko, dan lain-lain.
Kemiskinan merupakan dilema terbesar yang dihadapi penduduk di abad 21. Menurut perkiraan sekitar 42% atau 2.6 miliar manusia akan hidup dalam kemiskinan [1]. Sebenarnya konteks kemiskinan tidak hanya diukur dari penghasilan (income poverty), tetapi juga kondisi rumah yang buruk dan kumuh, serta kekurangan bahan kebutuhan pokok, sehingga terkadang kemiskinan ‘memiliki banyak dimensi’. Bahkan jumlah penduduk dan pemukiman miskin di Indonesia diperkirakan akan bertambah pada 2010. UN-HABITAT [4] menyatakan sekitar 60% penduduk Indonesia tinggal di pemukiman miskin pada wilayah perkotaan. Pemukiman miskin adalah pemukiman padat dengan karakteristik penduduk mengalami kekurangan untukmemenuhi kebutuhan dasar dan rumah [4]. Motivasi munculnya pemukiman miskin adalah ketersediaan lapangan pekerjaan, kemudahan lokasi pasar dan pusat perbelanjaan untuk pemenuhan kebutuhan hidup, kedekatan dengan wilayah industri dan komersial, akses layanan publik, akses jaringan transportasi umum dan ketersediaan air.
Sebagai data penelitian dengan menggunakan bentuk indikator spasial pada wilayah miskin yang diekstraksi dari citra RS. Indikator spasial digunakan untuk memahami heterogenic tas wilayah pemukiman miskin.Indikator tersebut digolongkan berdasarkan karakteristik tertentu seperti kepadatan roof coverage,sedikitnya jaringan jalan, dan bentuk pemukiman yang tidak teratur
Karakteristik lokasi-lokasi berkembangnya pemukiman miskin pada data spasial adalah sebagai berikut:
o   Pola tata ruang
Rencana pola tata ruang wilayah pembangunan lahan dan alokasi pemukiman yang kurang baik,tidak ada ruang terbuka dan jalan yang menimbulkan kecenderungan bentuk dan ukuran yang tidak teratur. Sebaliknya alokasi perumahan yang teratur memiliki ruang terbuka yang lebih menonjol. 
o   Struktur rumah.
Perumahan padat cenderung memiliki struktur ukuran yang lebih kecil dan bersebelahan/ berhimpitan. 


o   Batas rumah.
Pemukiman rumah yang spontan tanpa perencanaan memiliki bentuk batasan polygon yang tidak teratur.
o   Cluster dan penyebaran pemukiman .
Tanpa perencanaan yang jelas menyebabkan ketidakseimbangan, tidak meratanya cluster populasi padat di satu sisi dan populasi yang jarang di sisi lainnya, tidak ada wilayah vegetasi dan ruang wilayah publik yang cukup.
o   Bentuk reflektance atau radiasi.
Umumnya wilayah pemukiman informal memiliki bentuk radiasi yang berbeda karena degradasi alam, ukuran bangunan dan sifat material bangunan yang mudah rusak sehingga terlihat lebih gelap. 
o   Atribut lokasi.
Biasanya pemukiman padat terletak di perkotaan,dekat wilayah komersial dan industri sebagai daya tarik utama urbanisasi serta mencari tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja. Selain itu, pemukiman ini sering ditemukan pada zona berbahaya seperti sekitar aliran sungai, sepanjang rel kereta api, di bawah jembatan layang, dan dekat tempat pembuangan sampah.

1.      Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Suatu wilayah dengan pertambahan penduduk yang pesat dapat menyebabkan masalah- masalah pendidikan, pengangguran, kesenjangan sosial dan masalah-masalah lainnya. Dengan jumlah penduduk yang besar maka fasilitas- fasilitas sosial, pendidikan dan pekerjaan juga ikut meningkat. Jika penduduk di suatu kota yang padat tidak terpenuhi fasilitas pendidikannya maka akan menyebabkan penurunan tingkat pendidikan wilayah tersebut. Tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan pengangguran sehingga dampak pada tingkat perekonomian juga memburuk. Jika masalah ini terus diabaikan maka kemerosotan negara tidak dapat dihindari.
Tingkat pendidikan yang buruk dapat menyebabkan anak-anak mengalami depresi. Hal ini memicu terjadinya pekerjaan-pekerjaan yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak di bawah umur. Bahkan dampak lain dari masalah ini bisa menyebabkan tingkat tindakan kriminal yang dilakukan anak-anak meningkat. Generasi muda dan anak-anak yang cerdas adalah kunci kemajuan suatu negara. Jika masa kanak-kanak mereka diisi dengan hal-hal negatif maka jalan menuju kesuksesan bangsa akan semakin jauh.
Penduduk merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas penduduk yang tinggi akan lebih menunjang laju pembangunan ekonomi. Usaha yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama.
Di negara-negara yang anggaran pendidikannya paling rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang.
Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga untuk melaksanakan pembangunan dalam segala bidang belum dapat berjalan dengan cepat, karena kekurangan modal maupun tenaga tenaga ahli/ terdidik, Akibatnya fasilitas secara kualitatif dalam bidang pendidikan masih terbatas. Pertambahan penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan fasilitas pendidikan menghambat program persamaan atau perimbangan antara pedesaan dan kota, dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin. Oleh karena itu, masyarakat dalam mencapai pendidikan yang tinggi masih sedikit sekali. Hal ini disebabkan karena :
1.    Tingkat kesadaran masyarakat untuk bersekolah rendah.
2.    Besarnya anak usia sekolah yang tidak seimbang dengan penyediaan sarana pendidikan.
3.    Pendapatan perkapita penduduk di Indonesia rendah sehingga belum dapat memenuhi Kebutuhan hidup primer, dan untuk biaya sekolah.
Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap pembangunan adalah:
1.    Rendahnya penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga ahli dari negara maju. Keadaan ini sungguh ironis, di mana keadaan jumlah penduduk Indonesia besar, tetapi tidak mampu mencukupi kebutuhan tenaga ahli yang sangat diperlukan dalam pembangunan.
2.    Rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal yang baru. Hal ini nampak dengan ketidak mampuan masyarakat merawat hasil pembangunan secara benar, sehingga banyak fasilitas umum yang rusak karena ketidakmampuan masyarakat memperlakukan secara tepat. Kenyataan seperti ini apabila terus dibiarkan akan menghambat jalannya pembangunan.
Pengaruh daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir anak-anak, berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih mempersulit masalah ini.

Hartomo.1990. Ilmu Sosial Dasar.Jakarta:Bumi Aksara
Rustian kamaluddin. 1998. Pengantar ekonomi Pembangunan.Jakarta : Lembaga penerbit fakultas Ekonomi UI
M.Masyhur amin.1994. Moralitas Pembangunan.Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset
Herimanto. 2008. IlmuSosialdanBudayaDasar. Jakarta : BumiAksara
Jurnal Masyarakat dan Budayaa,volume 11 No.2 Tahun 2009
Anonim, 1997, Ringkasan Agenda 21 Indonesia (Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan), Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, United Nations Development Program.
Catenese, A.J. and Sayder, J.C., 1988, Perencanaan Kota, Wahyudi (Ed.), Edisi ke-II, Erlangga, Jakarta.